Dikisahkan
seorang lelaki shaleh bernama Tsabit sedang berjalan dipinggiran kota Kufah.
Tiba-tiba ia melihat sebuah apael jatuh keluar pagar kebun buah-buahan. Karena
sangat lapar, tanpa pikir panjang lelaki tersebut langsung memakannya. Akan
tetapi baru setengahnya dimakan, dia teringat bahwa apel itu bukan miliknya dan
dia belum mendapatkan izin dari pemiliknya.
Pergilah ia
ke dalam kebun buah itu dan bertemu dengan seorang laki-laki. Maka langsung
saja Tsabit menyampaikan maksudnya. Namun, lelaki yang diajaknya bicara malah
mengatakan, "Aku bukan pemilik kebun ini, aku hanya penjaga yang ditugasi
merawat dan mengurusi kebunnya."
Dengan nada
menyesal Tsabit menanyakan dimana rumah pemilik kebun itu. Sang pengurus kebun
memberitahu bahwa jika ingin menemui pemilik kebun itu, maka ia herus menempuh
oerjalanan sehari semalam. Lelaki shaleh ini pun bergegas menempuh perjalanan
jauh tersebut untuk memperoleh ridha dari pemilik buah apel yang telah ia makan
separuh.
"Wahai
Tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur memakan setengah dari buah apel Tuan
yang jatuh keluar kebun Tuan. Karena itu apa Tuan ridha menghalalkan apa yang
sudah saya makan itu?" tanya Tsabit sopan ketika menemui sang pemilik
kebun.
Bapak tua
itu mencermati sosok pemuda dihadapannya itu, lalu berkata tegas, "Tidak!
Aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat."
"Apa
syarat itu, Tuan?" Tsabit merasa khawatir tidak bisa memenuhi syarat yang
diberikan oleh pemilik kebun apel tersebut.
"Engkau
harus menikahi putriku yang cacat! Dia bisu, tuli, buta dan lumpuh. Bagaimana
?, apakah Engkau sanggup ?"
Berat hati
Tsabit untuk menyanggupi persyaratan yang diajukan oleh sang pemilik kebun,
namun lebih tak sanggup lagi jika ia mengingat sabda Rasulullah,
"Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram,
maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka".
Maka
mengingat beratnya siksa yang akan ia pikul di akhirat nanti, ia pun lebih
memilih untuk mengorbankan kebahagiannya di dunia, itu pikirnya.
Setelah
akad nikah dilangsungkan, Tsabit mengetuk kamar pengantin. Ia hendak menemui
istrinya. Saat ia mengucapkan salam, dari balik pintu terdengar jawaban salam
yang merdu. Tsabit terheran-heran. Bukankah bapak gadis ini mengatakan bahwa
putrinya bisu ?.
Tsabit
dengan ragu memasuki kamar tersebut. Ia tersentak ketika menyaksikan gadis yang
saat ini telah resmi menjadi istrinya itu adalah wanita sempurna yang jelita.
Tak kurang satu apapun. Gadis itu mengulum senyumnya.
Setelah
Tsabit duduk di samping istrinya, ia segera menyuarakan keheranannya,
"Ayahmu berkata padaku bahwa Engkau bisu tapi nyatanya kau menjawab
salamku. Mengapa demikian ?"
Mendengar
keheranan suaminya, wanita itu tersipu malu sembari menjawab, "Ayahku
benar, karena aku tidak pernah menggunakan lidahku selain untuk bedzikir
menyebut asma Allah saja. Aku juga tak pernah membicarakan hal dunia yang tidak
bermanfaat bagi kehidupan akhiratku."
Tsabit
tercengang mendengar penuturan istrinya, lalu ia bertanya lagi, "Kemudian,
mengapa ayahmu mengatakan putrinya tuli ?"
"Aku
dikatakan tuli sebab aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang
yang tidak membuat Allah ridha."
"Lalu
apa yang membuatmu dijuluki buta ?"
"Itu
karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah. Kau pasti heran
mengapa ayahku mengatakan aku lumpuh ?" Tsabit mengangguk, mengiyakan
pertanyaan istrinya.
"Sebab
kedua kakiku ini tidak pernah kulangkahkan untuk pergi ke tempat-tempat yang
bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta'ala."
Mendengar
penjelasan istrinya tersebut, Tsabit mersa amat bahagia. Ternyata Allah telah
memberikannya seorang istri shalehah yang cacat untuk urusan dunia, namun
sempurna untuk urusan akhirat. Mereka berdua hidup rukun dan bahagia. Terlebih
kebahagian mereka kekal, Ketika seorang putra yang terlahir dari keluarga
tersebut mampu memancarkan ilmunya ke seluruh penjuru semesta.
Wahai
cantik, sungguh anak-anak yang saleh akan terlahir dari orang tua yang shaleh
pula. Ia lahir dari rahim seorang ibu yang selalu menabur nilai-nilai kemuliaan
dan dari perjuangan bapak yang memberi keteladanan hidup.
0 komentar:
Posting Komentar